REVIEW BUKU THE PUBLIC ADMINISTRATION THEORY PRIMER
Data Buku:
- Judul Buku: The Public Administration Theory Primer
- Penulis: George Frederickson and Kevin B. Smith
- Penerbit: Westview Press : Colorado
- Tahun Terbit: 2003
- Jumlah Halaman: 282 halaman
Review Isi Buku:
I. Pengantar
Teori pilihan yang rasional dan teori keputusan mengacu pada sumber yang sama. Keduanya merupakan bagian dari pekerjaan awal dari Herbert A Simon dalam bukunya berjudul Perilaku Administrasi yang dipublikasikan pertama kali pada tahun 1947. Teori pilihan yang rasional merupakan sebuah aplikasi dari teori keputusan yang sangat dipengaruhi oleh ekonomi dan logika pasar dan cenderung menggunakan model matematika untuk menguji hubungan antara pilihan atau sasaran dan langkah alternatif untuk melakukan aksi. Tujuannya adalah agar lebih efisien dan rasional dalam mengambil keputusan untuk mencapai sasaran yang ditentukan serta pemikiran sasaran yang biasanya digunakan untuk kepentingan individu atau demi survivenya sebuah organisasi.
Aplikasi penting dari logika awal pengambilan keputusan biasa disebut teori keputusan simpel, yang lebih matang dan sepenuhnya menjadi bagian yang dikembangkan sebagai teori empirik yang diinformasikan pada administrasi publik. Teori keputusan ternyata merupakan bagian multidisiplin dari teori dalam administrasi publik yang terpengaruh oleh ekonomi, sosiologi organisasi, psikologi sosial dan ilmu politik. Kesempurnaan teori keputusan ini ditunjukkan dengan disepakatinya secara umum kumpulan konsep kategori dan penggunaan bahasa yang jelas untuk menegaskan kategori tersebut.
Semua teori administrasi publik menjelaskan keputusan, unsur-unsur kunci dari teori keputusan yang ditemukan pada hakekatnya keseluruhan merupakan perspektif teori. Namun demikian, sebagaimana digambarkan, kita meletakkan batas teori keputusan untuk mengisinya sebagai bagian teori yang mempunyai ciri-ciri tersendiri. Dalam buku Perilaku Administrasi yang ditulis oleh Simon dijelaskan bahwa administrasi merupakan dunia keputusan dan keputusan sama pentingnya dengan aksi karena keputusan merupakan dasar dalam melakukan aksi, dan aksi berdasar pada akumulasi keputusan.
Teori tentang pengambilan keputusan didasarkan pada argumentasi logika positif yang menjadi perbedaan utama antara kenyataan, yang dapat diuji dan diverifikasi, dan antara individu dan preferensi serta nilai bersama, yang tidak dapat diverifikasi secara ilmiah.
Berdasar teori keputusan milik Simon, yang berisi konsep efisiensi administrative yang rasional : ”Koreksi dari sebuah keputusan administrasi merupakan sesuatu yang relatif. Administrator yang rasional menitik beratkan pada pemilihan cara yang efektif.” (Simon 1947).
Rasionalitas didasarkan pada cara – logika akhir, dan asumsi bahwa pertanyaan yang muncul adalah bagaimana memilih cara yang paling baik untuk mencapai tujuan yang telah disepakati. Fakta dan nilai ”terkait cara dan tujuan” dalam proses pengambilan keputusan dimana alternatif sudah dipilih dengan mempertimbangkan cara yang tepat untuk menjangkau keinginan akhir yang sering kali hanya sebagai instrumen untuk tujuan akhir yang utama” (1947, 61). Rasionalitas dilakukan dengan mengkonstruksikan rantai cara-tujuan pada masalah ini.” (1947, 62). Mencatat batasan logika analisa alat-tujuan dan hirarki tujuan; karena cara dan tujuan tidak pernah dapat sepenuhnya dipisahkan karena tujuan seringkali tidak lengkap dan tidak jelas, dan keduanya, baik cara maupun tujuan dipengaruhi oleh waktu dan perubahan keadaan sekitar.
llmu pengetahuan tentang administrasi harus didasarkan pada analisa keputusan, karena keputusan menjadi bagian yang tepat dari analisa penelitian dan teori kita. ”Pada tempat yang pertama, ilmu pengetahuan administrasi, semata-mata berhubungan dengan pernyataan yang sesungguhnya (faktual). Tidak ada tempat untuk etika pernyataan yang tegas sebagai bagian ilmu pengetahuan. Ketika pernyataan etika muncul, dia dapat dipisahkan menjadi dua bagian, yang faktual dan etika, keduanya mempunyai beberapa hubungan dengan ilmu pengetahuan.” (1947, 253). Perbedaan perspektif teori mencakup dua bagian utama dari ilmu pengetahuan dalam administrasi publik.
- Perspektif administrasi publik dalam pandangan tradisional Dwight Waldo.
Ilmu pengetahuan ini merupakan filosofi, logika deduktif dari kumpulan ilmu pengetahuan utama dengan ketegangan antara nilai demoklatis dengan perilaku birokratis. (Goodsell 1994; Wamsley dan Wolf 1996).
- Perspektif penting lain dipresentasikan oleh Helbert Simon
Berisi pemahaman studi ilmu pengetahuan dalam administrasi publik. Studi ilmu pengetahuan tentang administrasi publik, bagaimanapun, sangat terpengaruh secara signifikan oleh filosofi perspektif karya Waldo. (Carroll dan Frederickson 2001).
Dalam sektor publik, Simon berpendapat bahwa keputusan dibuat dalam konteks organisasi yang memelihara kemantapan dan keseimbangan. Dalam sebuah organisasi, ”pengawasan kelompok yang tidak menghiraukan nilai individu akan oportunis – akan muncul sebagai motivasi sebagai bagian yang luas dengan sasaran yang konservatif” (1947, 119).
Dalam teori keputusan, sangat rasional bagi organisasi untuk meminimalisir resiko dan menghormati upaya bertahan hidup terkait lembaga yang dilakukan secara kolektif sebagai tujuan atau nilai. (Downs 1967). Simon juga berpendapat bahwa hubungan antara organisasi dengan individu di dalamnya dapat dipahami sebagai keseimbangan antara tujuan pribadi dengan preferensi kebutuhan individu dan organisasi. Keduanya, yaitu individu yang efektif dan organisasi yang rasional akan cenderung ke arah efisiensi dimana mereka akan membuat keputusan yang akan mencapai lebih banyak preferensi organisasi yang masih ada dan nilai yang lebih memungkinkan memberi sumber daya dan konsekuensi lainnya.
Perbedaan teori yang penting antara organisasi pribadi dan organisasi yang komersial dalam pasar dan konsep keseimbangan pasar di satu sisi dan organisasi publik non pasar dan konsep efisiensi yang rasional disisi lain. (Simon 2000). Keputusan dibuat berdasar kondisi konsep efisiensi yang rasional yang akan dikendalikan dengan preferensi order kelembagaan, kemantapan, kemampuan memprediksi dan kemampuan bertahan hidup, (Kaufman 1991); Smith 1988). Karena lingkungan lembaga publik mudah berubah, kemampuan bertahan hidup sangat tergantung pada kemampuan adaptasi pada estimasi keinginan untuk mengubah pola order, kemantapan dan kemampuan memprediksi.
Lembaga publik yang survive melakukan pencarian rutin terkait keseimbangan antara order dan kemampuan beradaptasi, sebagai bentuk seleksi lembaga secara alamiah (Kaufman 1991). Pemahaman tentang teori keputusan yang rasional mengarah pada efisiensi sebagai gambaran umum tentang perilaku keputusan sektor publik, yang menekankan pada pemberian nilai dari pengambil keputusan dan komitmen kolektif terhadap tujuan organisasi.
Teori keputusan yang rasional mencoba :
- Mengklarifikasi dan memasukkan prioritas order sebagai nilai organisasi dan tujuan
- Mempertimbangkan alternatif yang tersedia atau alternatif yang digunakan untuk mencapai tujuan
- Menganalisa alternatif untuk menemukan alternatif atau kelompok alternatif yang memungkinkan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Teori keputusan yang rasional merupakan tantangan awal karena betul-betul mempertimbangkan ketidak realistisan dan ketidak sesuaian dengan pola yang sesungguhnya dari pengambilan keputusan dalam organisasi. Lebih dari membuat pilihan yang rasional, organisasi ”penyelesaiannya kacau” dengan membuat sedikit tambahan pada keputusan yang berdasar pada cara dan tujuan yang digabungkan bersama, pengetahuan yang terbatas, kapabilitas analisis yang terbatas, waktu yang terbatas, dan ketidakmampuan untuk mengambil resiko besar. (Lindloom 1959, 1965, 1979). Tantangan ini merupakan karakteristik dari klaim Simon karena awal teori keputusannya dibuat untuk mengantisipasi keterbatasan rasionalitas dan menggambarkannya. Studi yang ilmiah dan sistematis dari rasionalitas, bagaimanapun terbatasnya, merupakan kunci untuk memahami administrasi publik. Maka, pada akhir 1950 an, merupakan tahapan transisi dari teori keputusan berdasar rasionalitas menjadi teori keputusan yang berdasar rasionalitas yang mengikat.
Dari gambaran asal-usul teori keputusan, kita mengalami kemajuan yang cepat lebih dari setengah abad untuk mempertimbangkan teori keputusan yang kontemporer dan logika rasionalitas.
A. Rasionalitas
Merupakan konsep sentral dari teori keputusan. Dalam teori keputusan, rasionalitas dapat didefinisikan sebagai kelas khusus dan sangat familiar dengan prosedur untuk membuat pilihan (March, 1994:2). Termasuk didalamnya rasionalitas proses yang disebut sebagai rasionalitas prosedur, dan rasionalitas substantive yang menghubungkan pilihan untuk mencapai sasaran.
Munculnya dua pola perbedaan dari logika rasional dalam teori keputusan yang berdasar pada awal logika positif cara tujuan yaitu untuk mendeskripsikan pengambilan keputusan yang rasional. (1) logika keputusan rasional dari konsekuensi; (2) logika keputusan rasional dari kelayakan.
Keputusan Rasional dan Logika Konsekuensi
1. Dilakukan berdasar konsekuensi pilihan yang lebih mengantisipasi masa datang, hasil atau tujuan.
2. Lebih sesuai dengan konsep awal tentang teori keputusan dengan rasionalitas substantif.
3. Lebih sesuai dengan model, analisa biaya manfaat, ukuran performa, analisa resiko dan metodologi kuantitatif.
4. Teori keputusan datang dari perpektif logika konsekuensi yang cenderung mendekati ekonomi dan ilmu pengetahuan politik.
Keputusan Rasional dan Logika Kepatutan
1. Keputusan merupakan gagasan tepat ketika pilihan didasarkan pada pemahaman situasi keputusan dan aturan yang diterima tentang apakah yang diharapkan dari situasi khusus.
2. Cenderung menekankan pada rasionalitas prosedur.
3. Lebih sesuai dengan analisis kelembagaan, analisis sejarah, teori kemungkinan, ekologi populasi, analisa kasus dan metodologi naratif-deduktif.
4. Teori keputusan bekerja dari kelayakan perpektif yang memungkinkan untuk dikelompokkan dengan sosiologi, teori organisasi dan psikologi social.
B. Rasionalitas Yang Mengikat (Batasan Rasionalitas)
Kedua bentuk logika keputusan menggambarkan keterbatasan atau rasionalitas yang mengikat. Rasionalitas murni merupakan sebuah perlengkapan dari analisa asumsi. Model teori keputusan biasanya meliputi sebagian kecil asumsi sebagai persetujuan terkait sasaran atau nilai.
Dalam kerangka teori keputusan yang rasional, pertanyaan kunci, masalah, dan tantangan semuanya harus dilakukan dengan batasan rasionalitas. Teori keputusan terakhir datang untuk mengukur dan menggambarkan batasan rasionalitas, penutupannya datang dari representasi yang terpercaya bagaimana keputusan sebenarnya terjadi. Dari beberaapa informasi, teori keputusan terakhir datang untuk mendeskripsikan secara akurat perilaku keputusan yang lebih memungkinkan untuk mengembangkan kapabilitas pengambil keputusan dan hasil dalam keputusannya.
Teori keputusan yang modern kebanyakan terkait batasan dan ikatan dari rasionalitas keputusan. Pilihan teori yang rasional cenderung kearah teori keputusan murni yang lebih baik daripada logika konsekuensi yang saat ini menerima rasionalitas yang terbatas dan cenderung menyerahkan pada individu dan organisasi sebagai ”rasionalitas yang diharapkan.” Pengambil keputusan, secara individu dan secara bersama, dipaksa dengan kapasitas kognitif yang terbatas, informasi yang tidak lengkap dan hubungan yang tidak jelas antara keputusan dengan sasaran. Teori keputusan bekerja dari perpektif kelayakan yang cenderung lebih memusatkan pada poin nyata yang biasanya tidak semua alternatif dapat diketahui dan dipertimbangkan, tidak semua preferensi atau nilai dapat didamaikan, dan tidak semua alternatif dapat dipertimbangkan.
II.Batasan Keputusan Rasionalitas dan Logika Konsekuensi
Keputusan yang rasional dibatasi oleh kendala informasi yang serius (Bendor, Taylor, dan Von Gaalen, 1987).
A. Informasi
Pertama, kapasitas individu dan organisasi untuk memproses informasi, khususnya dilingkungan kaya informasi, diilustrasikan oleh fungsi mesin pencari internet. Sortasi dan pengolahan informasi dengan preferensi, prioritas dan keandalan masih sangat sulit, Ketika hal tersebut akan dilakukan, informasi yang benar diurutkan kemudian masih harus ditafsirkan. Kapasitas untuk meringkas, memahami, dan menggunakan informasi memiliki keterbatasan, yakni hubungan kausal yang disimpulkan antara informasi, tindakan dan hasil biasanya lemah. Kedua, terjadinya kelebihan beban masalah membutuhkan perhatian, dan tidak semua masalah dapat ditangani sekaligus. Ketiga, adanya keterbatasan perhatian, baik dalam hal waktu dan kemampuan. Keempat, masalah komunikasi muncul dari kompartementalisasi, subkultur professional, bahasa dan informasi yang berlebihan, hal ini terutama terjadi pada organisasi dengan tehnologi yang kompleks,
Dalam kondisi rasionalitas yang dibatasi, pembuat keputusan menghadapi informasi yang tidak sempurna dengan mengedit dan menyortir, proses dipandu oleh asumsi berdasarkan stereotif dan tipologi yang menyederhanakan informasi sedapat mungkin. Masalah cenderung mengikat dan berkurang menjadi bagian mereka. Hal ini lebih sering mudah untuk menghubungkan informasi yang tersedia, khususnya dengan bagian-bagian dari masalah dalam mencari solusi yang lebih komprehensif.
Beberapa informasi, seperti anggaran, neraca, dan ukuran kinerja, selalu di beri tempat khusus dalam pengambilan keputusan. Informasi ini memiliki otoritas yang objektif, jelas dan pasti. Pembuat keputusan memberikan bimbingan hati-hati untuk mengatur dan mengembangkan jenis sumber informasi dan mengelolanya sebagai dasar pengambilan keputusan yang berorientasi masa depan.
Mengatasi informasi yang tidak sempurna dibatasi rasionalitas dan satisficing dalam tindakan. Satisficing, atau rasionalitas yang “cukup baik”, memiliki keuntungan yang sangat besar dari sebuah organisasi bergerak kearah nilai-nilai yang di sukai sambil menjaga keseimbangan institusional. Rasionalitas yang dibatasi, dipahami sebagai perilaku rasional yang stabil dan mendukung kontinuitas dan ketertiban, setidaknya untuk beberapa penyesuaian.
B. Attention
Perhatian, baik secara individu maupun kolektif, adalah sumber daya yang langka, tercermin dalam keterbatasan waktu, terlalu banyak informasi, perubahan masalah, dan perubahan prioritas. Studi tentang ilmu politik menggambarkan perubahan pola baik perhatian publik dan perhatian badan-badan legislatif, dan strategi untuk mempengaruhi perhatian (Kingdon, 1995). Dalam administrasi publik, studi perencanaan strategis dan pengaturan prioritas adalah inti yang mengasumsikan perhatian terbatas dan kebutuhan untuk membawa perhatian dengan penataan kesepakatan tentang isu-isu mana yang paling penting (Bryson 1988; McGregor 1991). Sistem pengendalian kualitas dan keluhan pelanggan adalah teknik manajemen bisnis untuk mencari masalah organisasi yang paling layak diperhatikan. Logika dalam mengelola pengecualian dan mengelola batasan-batasan organisasi adalah cara untuk menggambarkan subyek atau masalah yang paling layak diperhatikan. Kepentingan kontemporer dalam reformasi, inovasi, dan perubahan kerja dari asumsi bahwa meningkatkan tatanan institusi, kontinuitas, dan prediktabilitas layak kurang mendapatkan perhatian dan temuan tersebut untuk mengubah agar mendapatkan perhatian lebih.
C. Risk Taking
Perkiraan risiko organisasi dipengaruhi oleh dua fitur sederhana yaitu pertama, keberhasilan masa lalu pembuat keputusan kunci, dan kedua, kecenderungan melebih-lebihkan perkiraan.
Risiko dalam teori keputusan adalah fungsi dari pengaruh ketidakpastian pada rasionalitas. Rasionalitas keputusan dibatasi oleh ketidakpastian tentang konsekuensi tindakan terkini, bahkan ketidakpastian yang lebih besar tentang kemungkinan konsekuensi masa depan dari kemungkinan keputusan masa depan. Untuk mengakomodasi dari konsekuensi ketidakpastian ketika risiko diperhitungkan, pembuat keputusan cenderung untuk mengevaluasi nilai yg dharapkan dari konsekuensi yg disukai (akan meningkatkan produktivitas menjadi tajam atau hanya sedikit dengan risiko ini) dan termasuk tingkat ketidakpastian (apakah resiko ini besar atau ringan?). Kemudian keputusan ditentukan oleh perkiraan ini dan oleh kecenderungan individu atau organisasi menjadi resiko kecil atau risiko besar. Perkiraan risiko untuk tujuan mengurangi ketidakpastian bergantung pada persepsi dari konteks, asumsi tentang pengetahuan, dan upaya untuk mengontrol konteks kelembagaan (Mac. Crimmon dan Wehrung 1986).
Kecenderungan terhadap pengambilan risiko dikaitkan dengan tujuan atau target. Sedikit risiko akan diambil jika tujuan terpenuhi atau hampir bertemu, sedangkan risiko yang lebih akan diambil jika individu atau institusi berharap jatuh di bawah tujuan yang diharapkan. Tujuan dan target cenderung disesuaikan untuk beradaptasi dengan risiko. Sukses mengambil risiko membuka jalan bagi tujuan yang lebih tinggi, dan risiko berhasil mengambil mengarahkan pada aspirasi yang lebih rendah
Keberhasilan risiko cenderung berkaitan dengan kesejahteraan para pengambil keputusan kunci dengan kemampuan mereka dan kegagalan untuk nasib buruk mereka. Keberhasilan eksekutif terus-menerus mengarah pada meremehkan risiko, karena pengalaman telah didasarkan pada keberhasilan. Eksekutif sukses dipromosikan dan cenderung keyakinan tinggi pada kemampuan mereka. Meremehkan risiko berdasarkan pengalaman adalah pada satu tingkat rasional, karena sebagian besar pengambil keputusan tidak secara langsung mengalami hal tidak mungkin. Sebagai penyair Howard Nemerov menulis "alasan kita tidak belajar dari sejarah adalah karena kita bukan orang yang terakhir kali belajar".
D. Formal Testing of Bounded Rationality
Generalisasi rasionalitas terbatas ini dilihat dari logika konsekuensi keputusan, dasar dari peryataan subjek yang dapat diuji pada pemodelan dan pengujian eksperimental lapangan. Sebagian besar ilmuwan mendasarkan diri pada asumsi - bahwa dg mendasarkan pada model institusi dan pilihan pembuatan eksperimen – membuat eksperimen dalam pengaturan yang terkontrol. Kombinasi yang paling umum dari model keputusan dan eksperimen tergambar dalam “prisoners’s dilemma”. “Prisoners’s dilemma” dan belasan variasinya merupakan bagian dari teori permainan modern (Rasmussen 1990, Radner 1985). Isi penelitian ini telah sangat berpengaruh dalam pengaturan dimana perusahaan perlu membuat keputusan dengan mempertimbangkan lokasi. Pola kerjasama – persaingan dapat dilihat pada pusat perbelanjaan modern dan auto plaza. Di sektor publik, model tersebut telah diterapkan dengan sukses pada kebijakan pertahanan nasional, khususnya perkiraan medan tindakan musuh. Model tersebut juga telah berhasil digunakan untuk menggambarkan politik birokrasi.
III. Batasan Keputusan Rasionalitas dan Logika Kepatutan
James G. March dan Johan P. Olsen (1984, 1989) dan March (, 1994 1988) menjelaskan bahwa tugas utama adalah penyamaan perspektif yang tepat pada pengambilan keputusan dan sintesis pemahaman tentang batasan keputusan yang rasionalitas, hal ini terutama dalam sosiologi, psikologi sosial, dan di beberapa bagian bisnis dan Administrasi publik.
Mengikuti logika kesesuaian, individu dan organisasi yang rasional berorientasi tujuan. Namun perilaku rasional mereka adalah berorientasi pada suatu tujuan pemahaman yang kurang terkait dengan asumsi efisiensi, persaingan pasar seperti, dan asumsi kepentingan diri sendiri dan lebih terkait dengan aturan assumptionof, identitas, situasi, dan tindakan (Wright 1984).
Identitas organisasi adalah konstruksi sosial yang dibangun pada pemahaman bagaimana lembaga-lembaga tertentu harus atau seharusnya berperilaku memiliki legitimasi dan berdiri.
Teori keputusan mengikuti logika kepatutan adalah sangat kontekstual. Pengambilan keputusan sangat diinformasikan dengan aturan kontekstual dan identitas penuh dengan ambiguitas, ketidakpastian, risiko, informasi tidak sempurna, dan perhatian terbatas.
Pola pengambilan keputusan dalam sebuah institusi berubah sesuai adaptasinya terhadap sejarah. Proses adaptasi ketergantungan pada sejarah melibatkan bentuk kolektif membayangkan masa depan yang lebih disukai, membayangkan mengambil bentuk perencanaan strategis, visi latihan, aspirasi para pemimpin, penganggaran jangka panjang, dan sebagainya.Proses ini melibatkan analisis, tawar-menawar, pola imitasi, dan pengalaman trial-and-error pada institusi (Scharm dan Neisser 1977).
March dan Olsen menggambarkan sebuah siklus belajar kelembagaan yang melibatkan ingatan selektif dan interpretasi pengalaman (sejarah digunakan), pemahaman tentang aturan dan identitas berasal dari pengalaman-pengalaman, interpretasi reaksi yang diharapkan dari sifat tindakan kelembagaan sebelumnya dan konsekuensi mereka, dan adaptasi dari aturan dan identitas berdasarkan interpretasi ini (1995).
A. Ambiguitas, Ketidakpastian dan Logika Kepatutan
Bagian yang paling menarik dan provokatif dari teori keputusan berdasarkan logika kepatutan adalah perlakuan ketidakpastian dan ambiguitas dalam program beasiswa.
Ambiguitas adalah pusat pemahaman alternatif rasionalitas dan pengambilan keputusan kelembagaan. Ambiguitas adalah kurangnya kejelasan atau konsistensi dalam interpretasi realitas, kausalitas, dan intensionalitas. situasi ambigu dan tujuan menolak analisis kategorisasi dan karena itu sistematis. Hasil Ambiguitas bersifat kabur.
Dalam pemahaman alternatif tentang rasionalitas, lembaga tersebut kurang dipahami sebagai tempat pengambilan keputusan dan lebih dipahami sebagai tempat rasa keputusan (Harmon 1989).
B. Loose Coupling, Tong Sampah (Garbage Cans), dan Perhatian
Untuk menghadapi lingkungan yang kompleks, membingungkan, tidak konsisten dan lingkungan yang ambigu, organisasi yang besar melaksanakan desentralisasi, delegasi dan perjanjian kerjasama. Hal ini kemudian memunculkan departemen semi autonom dalam sebuah organisasi, seperti yang ditemukan pada studi universitas di Amerika, hal ini kemudian membentuk sebuah kondisi yang kemudian dikenal sebagai kondisi loose coupling dimana departemen semi autonom ini memiliki kewenangan dalam batas-batas tertentu untuk mengontrol kegiatan organisasi, dalam kondisi loose coupling juga ditemukan fenomena dimana masing-masing group semiautonom memiliki diskresi keputusan sehingga departemen akan "menemukan preferensi melalui tindakan lebih sering daripada bertindak atas dasar preferensi" (Cohen dan Maret 1.986,3).
Dalam kondisi loose coupling, subunit semiautonomous seringkali membuat keputusan yang bertentangan dengan preferensi organisasi secara umum, preferensi penuh dengan ambiguitas dan interpretasi bersaing. Dengan kata lain Cohen dan March menyatakan lembaga ini "muncul untuk beroperasi pada berbagai preferensi yang tidak konsisten dan tidak jelas" (1974, 3).
Pengamatan tentang pengambilan keputusan dalam institusi loose coupling mengarah pada kekacauan. Hal ini karena ada pesanan dalam proses-proses pengambilan keputusan. Penjelasan alternatif tentang pesanan dalam loose coupling adalah Teori Tong Sampah (Garbage Cans). Cohen, March dan Olsen menyebutnya sebagai kaleng keputusan. "Sebuah organisasi adalah kumpulan dari pilihan, mencari masalah, masalah dan perasaan mencari situasi keputusan di mana mereka mungkin menjadi bapak, mencari solusi untuk masalah untuk yang mereka mungkin jawabannya, dan pembuat keputusan mencari pekerjaan "(1972 dikutip dalam Weidc, 21.).
Aplikasi yang terkenal dari Teori Garbage Can di sektor publik adalah John Kingdon's Agenda, Alternatif dan Kebijakan Publik (1995). Dia menjelaskan tiga hal yang paralel tapi independen yaitu arus politik, arus kebijakan, dan arus masalah. Kingdon menggambarkan berbagai perubahan kebijakan yang menyerupai pola daya tarik antara pengambil keputusan, masalah, dan solusi, dan "solusi" akhirnya masalah.
March menunjukkan, Teori Garbage Can pada dasarnya adalah proses penyortiran temporal dalam kondisi loose coupling.
March mengelompokan Teori Garbage Can sebagai berikut:
1. Kritikus melihat proses yang terjadi dalam Garbage Can sebagai musuh dari pengambilan keputusan yang tepat
2. Pragmatis melihat proses yang terjadi dalam Garbage Can untuk tujuan mereka sendiri dengan mencoba untuk memiliki solusi mereka melekat setiap masalah yang datang.
3. Penggemar/Pengikut yang melihat Teori Garbage Can sebagai masa depan teori keputusan (1994 205-206).
Aplikasi dari metafora kekacauan untuk teori keputusan agak mirip dengan logika proses dalam Garbage Can. Apa yang tampaknya menjadi gangguan, kekacauan, dan pola yang sangat sistematis dari pengambilan keputusan institusional pada kenyataannya menyembunyikan pola dalam ketertiban (Keil 1994).
C. Methodology
Studi
rasionalitas keputusan dibatasi dengan menggunakan logika kesesuaian biasanya
menggunakan metode kualitatif; studi kasus berdasarkan observasi, wawancara dan
survei adalah kebutuhan pokok. Kasus juga kadang-kadang menggunakan data
kuantitatif (Brehm Gates, dan Gomez 1998). Sintesis dikombinasikan dengan
pemodelan, dengan menggunakan yang dalam arti sosiologis, adalah biasa (Lipsky
1980; Yanow 1996). Cerita dan narasi umum (Bellow dan Minow 1996; Maynard-Moody
dan Leland 1999; Schram dan Neisser 1997).Untuk menggambarkan penerapan
metodologi untuk mempelajari keputusan
dari perspektif kepatutan, kita beralih sebentar untuk karya Maynard Moody dan
Musheno (2000). Mereka mempelajari pekerja tingkat-jalanan di departemen
polisi, kantor rehabilitasi kejuruan, dan sekolah untuk mengetahui bagaimana
para pekerja membuat keputusan, terutama dari perspektif diskresi keputusan.
Berikut adalah deskripsi metodologi mereka :
Penelitian yang menginformasikan diskusi ini didasarkan pada wawancara ekstensif di tempat pengamatan, masuk mendalam dan keluar, kuesioner, dan penelitian arsip. Cerita pekerja tingkat-jalan tentang keadilan dan ketidakadilan merupakan sumber utama tentang norma keputusan. Cerita mengungkapkan informasi yang jarang ditemukan dalam wawancara atau terutama dalam bentuk kuantitatif lain dari informasi ilmiah sosial. Cerita adalah perwujudan tekstual dari penceritanya, dalam hal ini perspektif para pekerja tingkat-jalananan (Maynard-Moody dan Musheno 2000,336)
Data yang dikumpulkan melalui metode narasi, disampaikan dalam model perbandingan (mereka menyebutnya narasi).
Dua model dominansi diskresi keputusan adalah :
(1) Model Agen Negara, yang mengakui keniscayaan tetapi keputusan kebijakan tingkat-jalan menekankan kepentingan diri sendiri sebagai norma pedoman
(2) Model Pekerja Tingkat-jalanan, yang mengakui kebijaksanaan dan diasumsikan bahwa itu dilaksanakan untuk membuat pekerjaan lebih mudah, aman, dan lebih bermanfaat. Maynard-Moody dan Musheno tidak menemukan salah satu dari model ini, tetapi menemukan model warga negara (mereka menyebutnya pengitung narasi).
Diskresi agen negara yang melaksanakan respon terhadap peraturan, prosedur dan hukum, pekerja tingkat-jalanan menggambarkan diri mereka sebagai agen warga negara yang bertindak sebagai respon terhadap individu dan keadaan.
IV. Kesimpulan
Generalisasi teori keputusan dalam administrasi publik :
1. Terdapat kedekatan yang jelas antara logika keputusan konsekuensi dan teori rasional atau publik-pilihan
2. Ada juga afinitas dosis antara logika keputusan kelayakan dan teori kelembagaan modern, eduanya didasarkan pada sosiologi, psikologi sosial, dan bisnis dan administrasi publik, dan keduanya cenderung menggunakan metodologi yang sama.
3. Tingkat berteori, pemodelan, dan mengkategorikan tentang pilihan kelembagaan membuat dari perspektif baik mungkin lebih besar daripada tingkat-berbasis empiris, penelitian teori-tes (Simon 2000).
4. Para sarjana menggunakan logika keputusan konsekuensi dan ulama menggunakan logika keputusan kesesuaian semakin dipengaruhi oleh satu sama lain.
Komentar
Posting Komentar